Kisah hidup
Dracula
Kisah hidup
Dracula merupakan salah satu contoh bentuk manipulasi sejarah yang begitu nyata
yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu fiksi yang kemudian
dihasilkan seolah-olah menjadi tokoh yang nyata oleh Barat, tetapi
Dracula merupakan keterbalikannya, tokoh fakta dijadikan fiksi.
Diawali dari
novel karya Bram Stoker yang berjudul Dracula, kemudian tokoh ini mulai
difilmkan seperti Dracula’s Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Hoor of of
Dracula (1958), Nosferatu (1922) yang dibuat ulang pada tahun 1979 dan
film-film dracula yang lain yang dikemas dalam bentuk yang lebih moden seperti
Twilight.
Dalam buku
berjudul “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia
Cneajna , kisah Dracula sebenarnya merupakan pembesar Wallachia ,
berketurunan Vlad Dracul.
Dalam uraian
Hyphatia tersebut, kisah Dracula tidak boleh diceritakan paska Perang
Salib. Dracula dilahirkan ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ustmaniyah
sebagai wakil Islam, dan Kerajaan Hungary sebagai wakil Kristen.
Keduanya
tersebut berusaha menguasai dan merebutkan wilayah-wilayah baik Eropa
maupun di Asia . Puncak peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel,
yaitu ketika benteng Kristian ada di tangan kekuasaan
khilafah Ustmaniyah.
Dalam
peristiwa Perang Salib, Dracula merupakan salah seorang panglima tentera
Salib. Dalam perang inilah Dracula banyak melakukan pembunuhan terhadap umat
Islam. Hyphatia memaparkan jumlah korban kekejaman Dracula mencapai 300.000
jiwa umat Islam. Korban-korban tersebut dibunuh dengan berbagai cara yang
sangat biadab dan kejam, yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan
yang paling kejam adalah disula.
Penyulaan
merupakan cara penyiksaan yang amat kejam, yaitu seseorang itu ditusuk dubur
dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya ditajamkan. Korban
yang telah ditusuk kemudian dimasukan sehingga kayu sula tersebut menembus
hingga perut, kerongkongan hingga menembus kepala melalui mulut.
Hyphatia
mengatakan dalam bukunya :
“Ketika
matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulakan. Para
prajurit melakukan perintah tersebut seolah seperti robot yang telah
dipogram. Penyulaan disulami dengan teriakan kesakitan dan jeritan penderitaan
yang segera memenuhi segala penjuru tempat itu. Mereka, umat Islam pada saat
itu sedang dijemput ajal dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat
lagi mengingat kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami.”
Tidak hanya
orang dewasa saja yang menjadi korban kekejaman penyulaan, tapi juga bayi.
Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:
“Bayi-bayi
yang disula tak sempat menangis kerana mereka kesakitan yang amat
apabila hujung kayu menembus perut kecilnya. Tubuh-tubuh korban itu meregang di
kayu sula untuk menjemput ajalnya.”
Kekejaman
seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh
Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi kerana dua sebab. Pertama, pembunuhan
beramai – ramai yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak boleh
dihapuskan dari Perang Salib.
Negara – negara Barat yang pada masa
Perang Salib menjadi tunggak utama tentera Salib, tidak mau tercoreng wajahnya.
Mereka termasuk yang mengutuk dan menentang pembunuhan beramai – ramai oleh
Hilter dan Pol Pot, tidak ingin membuka aib mereka sendiri. Dan ini sudah
menjadi tabiat Barat yang selalu ingin tampil seperti pahlawan.
Kedua,
Dracula merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Walau bagaimana pun kejamnya
Dracula, nama baiknya akan selalu dilindungi. Sehingga di Rumania saat ini,
Dracula masih dianggap pahlawan. Sebagaimana sebahagian besar sejarah pahlawan
– pahlawan pasti akan diambil sebagai superhero dan dibuang segala kejelekan,
kejahatan dan kelemahannya.
Untuk
menutup kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya
Dracula. Mereka berusaha agar sejarah jati diri Dracula yang sebenarnya
tidak terkuak. Dan, harus diakui bahwa usaha Barat untuk mengubah sejarah
Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil.
Ukuran
keberhasilan ini dapat dilihat dengan banyaknya masyarakat, khususnya umat
Islam sendiri yang tidak mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula.
Masyarakat umum hanya mengetahui bahwa Dracula adalah merupakan lagenda
vampire yang kehausan darah, tanpa mengetahui kisah sebenarnya.
Selain
membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia juga
mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang
telah diketahui umum bahawa penggambaran Dracula yang telah
menjadi fiksi tidak boleh dilepaskan dari dua benda, yaitu bawang putih dan
salib.
Konon hanya
dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan dikalahkan. Menurut
Hyphatia penggunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk menghapus jejak
sejarah pahlawan mujahid-mujahid Islam dalam perang salib, sekaligus
untuk menunjukkan kehebatan mereka.
Sultan Mahmud II (di Barat dikenal
sebagai Sultan Mehmed II) dan juga dikenali sebagai Al- Fateh dalam sejarah
Islam. Sultan ini merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus
penakluk Dracula, ia adalah seorang yang telah mengalahkan dan memenggal kepala
Dracula di tepi Danua Snagov. Namun barat berusaha memutarbalikkan fakta ini.
Mereka
berusaha menciptakan cerita sejarah agar merekalah yang terlihat mengalahkan
Dracula. Maka diciptakan sebuah fiksi bahwa Dracula hanya boleh dikalahkan oleh
salib. Tujuannya adalah ingin menghilangkan peranan Sultan Mahmud II sekaligus
untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling hebat, yang bisa mengalahkan
Dracula si Haus Darah. (DYP)
Posting Komentar