Author: noni arsy
•17.46

Harapan di balik jendela
Gerimis itu pun datang kembali. Menguyur hamparan semesta bersama air langitnya. Menyentuh lembut kulit gadis itu. Gadis bermata cokelat berkerudung biru. Menyusuri jalan bercahayakan jingga. Lampu kota.
***
Matahari begitu terik menyengat siang ini. Membuat kerongkongan kering bak padang gurun yang merindukan setetes air hujan. Langkah kaki pun tak menyesal, jika diajak pergi ke kantin.
“Rehan, gimana tugas dari pak Dosen ?” tanya Hasan yang juga kebetulan ingin pergi ke kantin.
“Iya, aku belum selesai reset tentang kajian itu.”
“Jadi kapan kamu mengumpulkan?”
“Hmm, entahlah San, mungkin akhir bulan ini.”
Pandangan Rehan berubah sembilan puluh derajat saat seorang gadis berjalan menuju arahnya. Tak menghiraukan apa yang dikatakan Ihsan. Hatinya pun berdesir melihat senyuman sendu itu.
“Subhanaullah, manis sekali.” gumamnya dalam diam.
Bukan tanpa alasan hati Rehan berdebar. Dia mengenalnya sebulan yang lalu, ketika Rehan pergi ke masjid untuk melakukan salat sunah dhuha. Awalnya tak mengenal. Dan mereka pun melaksanakan ibadah sebagaimana mestinya. Akan tetapi, setiap Rehan pergi ke masjid gadis berkerudung biru itu selalu ada di sana.
Tak sampai disitu ! ternyata dia juga sering pergi ke taman yang sering dikunjungi Rehan juga. Sekian lama, akhirnya Rehan bisa mengenali siapa gadis berkerudung biru itu. Mungkin pepatah itu benar adanya, tresno jalaran songko kulino. Rehan tak menyangkal, karena seringnya bertemu lama-lama ada rasa yang tak aneh dalam diri.
“Han,” suara lembut menyapa Rehan. Seper sekian detik, Rehan melayang mendengarnya sebelum membalas dengan senyum simpul dan kata “Hay”. Wajah itu pun berlalu bersama angin. Aduh, manis sekali !
“Han!” sahut Ihsan.
“Eh, iya apa San?” katanya dengan tergagap kaget.
“Menurutmu politik Indonesia itu gimana ?”
“Dari tadi kamu dengerin apa yang aku katakan ndak ?” kata Hasan yang mengulangi pertanyaannya
“Iya San, aku dengerin kok !”
“Menurutku politik Indonesia sudah kacau balau, perlu dibenahi agar tidak menimbulkan kerugian yang besar lagi,” Rehan pun nerocos menanggapi pertanyaan itu.
Siang itu, kudapatkan oase dari senyum gadis bermata cokelat itu. Menatap langit yang cerah berpadu dengan awan putih. Oh, leganya kerongkongan yang gersang itu mendapat air dan bonus melihat oase. Sungguh nikmat rasanya.

***
Pagi yang indah, ditemani desiran angin yang dingin. Langit pun tak mau kalah, membentuk awan mendung yang baik rupawannya. Tak disangka, senyum oase itu, masih melekat dalam memori otak Rehan. Sudah hampir sebulan lamanya Rehan jarang melihat gadis itu mampir di masjid. Dan hatinya, nampak agak gelisah.
“Ya Allah, kenapa aku menjadi seperti ini!” desis Rehan yang sedang meratap.
Hatinya menegaskan dengan menggunakan logika. Ternyata masih tak mampu menandingi hati yang sedang berkecambuk. Aduh !
Cuaca kali ini begitu senang sekali mengucurkan air hujan. Hmm ! Air hujan yang selalu membuatnya terpaku. Tunduk. Gerimis pertanda akan adanya hujan yang segera datang. Dan timbul rasa yang aneh itu lagi.
Dan akhirnya air itupun turun dari langit, menebar pesonanya. Membuat butiran yang indah pada daun, tangkai, dan segala yang telah dilewatinya. Udara dingin yang terbentuk berhasil membuat tulang-tulang membeku.
Angin yang melewati tangan Rehan terasa begitu dingin. Membiarkan rambutnya tertepa oleh angin itu. Masih tersisa bayangannya dalam pelupuk mata. Ah, andai gadis tahu ! bahwa ada seseorang yang menunggunya dalam kesabaran. Mencintainya dalam diam. Berharap akan berakhir dengan cerita yang sempurna. Semua itu dia lakukan karena cinta kepadaNya terlalu besar. Dan begitu bodohnya jika hanya karena seorang gadis bermata cokelat itu Rehan melalaikan larangan dan perintahNya.
“Oh gadis berkerudung biru, semoga Allah Azza Wajalla senantiasa menjaga kita agar tak terperosok ke dalam hal yang hina,”
“ Mempertemukan kita kembali dengan jalan yang sebaik-baiknya. Seperti saat pertama kali kita bertemu, dalam alunan dhuha yang syahdu.”
“ Dalam hujan ini, dibalik jendela kaca aku bersabar menjalani jalan cinta yang kupilih.” gumam Rehan dalam kerinduan yang terbayarkan dengan melihat turunya hujan dari kaki langit

***
Cinta adalah naluri yang indah yang Allah berikan kepada kita. Tak salah jika kita memiliki rasa pada sesama, hal itu wajar. Namun, sebagai remaja yang cerdas, pemenuhan naluri itu, tak sepatutnya dengan melakukan hubungan yang telah jelas dilarang dalam agama.
Al quran pun telah menyiapkan solusi yang sangat menjaga kita agar tidak masuk dalam lembah perzinaan penjelasannya ada Qs. An Nur : 30-31. Dan kita tak perlu mengeluarkan air mata kita hanya karena diputusin pacar. Terlalu mahal air mata kita untuk itu. Bukankah kata Rasulullah orang yang cerdas adaah orang yang memikirkan urusan akhiratnya?
Cinta itu sangat indah, sangat sangat indah. Apalagi jika terjadi pada usia remaja. Hal itu sangat menyenangkan. Akan tetapi lebih menyenagkan jika kita memilih jalan yang telah di tunjukkan oleh-Nya. Sehingga tentram hati ini, dan tak gelisah hanya karena sebuah sms yang  tidak di balas oleh sang pacar.


|
This entry was posted on 17.46 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar:

Blogger Templates