Harapan di balik
jendela
Gerimis itu pun datang kembali. Menguyur
hamparan semesta bersama air langitnya. Menyentuh lembut kulit gadis itu. Gadis
bermata cokelat berkerudung biru. Menyusuri jalan bercahayakan jingga. Lampu
kota.
***
Matahari begitu terik menyengat
siang ini. Membuat kerongkongan kering bak padang gurun yang merindukan setetes
air hujan. Langkah kaki pun tak menyesal, jika diajak pergi ke kantin.
“Rehan, gimana tugas
dari pak Dosen ?” tanya Hasan yang juga kebetulan ingin pergi ke kantin.
“Iya, aku belum selesai
reset tentang kajian itu.”
“Jadi kapan kamu
mengumpulkan?”
“Hmm, entahlah San, mungkin
akhir bulan ini.”
Pandangan Rehan berubah
sembilan puluh derajat saat seorang gadis berjalan menuju arahnya. Tak menghiraukan
apa yang dikatakan Ihsan. Hatinya pun berdesir melihat senyuman sendu itu.
“Subhanaullah, manis
sekali.” gumamnya dalam diam.
Bukan tanpa alasan hati
Rehan berdebar. Dia mengenalnya sebulan yang lalu, ketika Rehan pergi ke masjid
untuk melakukan salat sunah dhuha. Awalnya tak mengenal. Dan mereka pun melaksanakan
ibadah sebagaimana mestinya. Akan tetapi, setiap Rehan pergi ke masjid gadis
berkerudung biru itu selalu ada di sana.
Tak sampai disitu !
ternyata dia juga sering pergi ke taman yang sering dikunjungi Rehan juga. Sekian
lama, akhirnya Rehan bisa mengenali siapa gadis berkerudung biru itu. Mungkin
pepatah itu benar adanya, tresno jalaran songko kulino. Rehan tak
menyangkal, karena seringnya bertemu lama-lama ada rasa yang tak aneh dalam
diri.
“Han,” suara lembut
menyapa Rehan. Seper sekian detik, Rehan melayang mendengarnya sebelum membalas
dengan senyum simpul dan kata “Hay”. Wajah itu pun berlalu bersama
angin. Aduh, manis sekali !
“Han!” sahut Ihsan.
“Eh, iya apa San?”
katanya dengan tergagap kaget.
“Menurutmu politik
Indonesia itu gimana ?”
“Dari tadi kamu
dengerin apa yang aku katakan ndak ?” kata Hasan yang mengulangi
pertanyaannya
“Iya San, aku dengerin
kok !”
“Menurutku politik
Indonesia sudah kacau balau, perlu dibenahi agar tidak menimbulkan kerugian
yang besar lagi,” Rehan pun nerocos menanggapi pertanyaan itu.
Siang itu, kudapatkan
oase dari senyum gadis bermata cokelat itu. Menatap langit yang cerah berpadu
dengan awan putih. Oh, leganya kerongkongan yang gersang itu mendapat air dan
bonus melihat oase. Sungguh nikmat rasanya.
***
Pagi yang indah,
ditemani desiran angin yang dingin. Langit pun tak mau kalah, membentuk awan
mendung yang baik rupawannya. Tak disangka, senyum oase itu, masih melekat
dalam memori otak Rehan. Sudah hampir sebulan lamanya Rehan jarang melihat
gadis itu mampir di masjid. Dan hatinya, nampak agak gelisah.
“Ya Allah, kenapa aku
menjadi seperti ini!” desis Rehan yang sedang meratap.
Hatinya menegaskan
dengan menggunakan logika. Ternyata masih tak mampu menandingi hati yang sedang
berkecambuk. Aduh !
Cuaca kali ini begitu
senang sekali mengucurkan air hujan. Hmm ! Air hujan yang selalu membuatnya
terpaku. Tunduk. Gerimis pertanda akan adanya hujan yang segera datang. Dan
timbul rasa yang aneh itu lagi.
Dan akhirnya air itupun turun dari langit,
menebar pesonanya. Membuat butiran yang indah pada daun, tangkai, dan segala
yang telah dilewatinya. Udara dingin yang terbentuk berhasil membuat
tulang-tulang membeku.
Angin yang melewati tangan Rehan terasa
begitu dingin. Membiarkan rambutnya tertepa oleh angin itu. Masih tersisa
bayangannya dalam pelupuk mata. Ah, andai gadis tahu ! bahwa ada seseorang yang
menunggunya dalam kesabaran. Mencintainya dalam diam. Berharap akan berakhir
dengan cerita yang sempurna. Semua itu dia lakukan karena cinta kepadaNya
terlalu besar. Dan begitu bodohnya jika hanya karena seorang gadis bermata
cokelat itu Rehan melalaikan larangan dan perintahNya.
“Oh gadis berkerudung biru, semoga Allah
Azza Wajalla senantiasa menjaga kita agar tak terperosok ke dalam hal yang
hina,”
“ Mempertemukan kita kembali dengan
jalan yang sebaik-baiknya. Seperti saat pertama kali kita bertemu, dalam alunan
dhuha yang syahdu.”
“ Dalam hujan ini, dibalik jendela kaca
aku bersabar menjalani jalan cinta yang kupilih.” gumam Rehan dalam kerinduan
yang terbayarkan dengan melihat turunya hujan dari kaki langit
***
Cinta adalah naluri yang indah yang
Allah berikan kepada kita. Tak salah jika kita memiliki rasa pada sesama, hal
itu wajar. Namun, sebagai remaja yang cerdas, pemenuhan naluri itu, tak
sepatutnya dengan melakukan hubungan yang telah jelas dilarang dalam agama.
Al quran pun telah menyiapkan solusi
yang sangat menjaga kita agar tidak masuk dalam lembah perzinaan penjelasannya
ada Qs. An Nur : 30-31. Dan kita tak perlu mengeluarkan air mata kita hanya
karena diputusin pacar. Terlalu mahal air mata kita untuk itu. Bukankah kata
Rasulullah orang yang cerdas adaah orang yang memikirkan urusan akhiratnya?
Cinta itu sangat indah, sangat sangat
indah. Apalagi jika terjadi pada usia remaja. Hal itu sangat menyenangkan. Akan
tetapi lebih menyenagkan jika kita memilih jalan yang telah di tunjukkan
oleh-Nya. Sehingga tentram hati ini, dan tak gelisah hanya karena sebuah sms
yang tidak di balas oleh sang pacar.
Posting Komentar